Memasuki awal tahun 1944, kedudukan Jepang dalam perang
Pasifik semakin terdesak. Angkatan Laut Amerika Serikat dipimpin Laksamana
Nimitz berhasil menduduki posisi penting di Kepulauan Mariana seperti Saipan,
Tidian dan Guan yang memberi kesempatan untuk Sekutu melakukan serangan
langsung ke Kepulauan Jepang. Sementara posisi Angkatan Darat Amerika Serikat
yang dipimpin oleh Jendral Douglas Mac Arthur melalui siasat loncat kataknya
berhasil pantai Irian dan membangun markasnya di Holandia (Jayapura). Dari Holandia
inilah Mac Arthur akan menyerang Filipina untuk memenuhi janjinya. Di sisi lain
kekuatan Angkatan Laut Sekutu yang berpusat di Biak dan Morotai berhasil
menghujani bom pada pusat pertahanan militer Jepang di Maluku, Sulawesi,
Surabaya dan Semarang. Kondisi tersebut menyebabkan jatuhnya pusat pertahanan
Jepang dan merosotnya semangat juang tentara Jepang. Kekuatan tentara Jepang
yang semula ofensif (menyerang) berubah menjadi defensif (bertahan). Kepada
bangsa Indonesia, pemerintah militer Jepang masih tetap menggembar gemborkan
(meyakinkan) bahwa Jepang akan menang dalam perang Pasifik.
Pada tanggal 18 Juli 1944, Perdana Menteri Hideki Tojo
terpaksa mengundurkan diri dan diganti oleh Perdana Menteri Koiso Kuniaki.
Dalam rangka menarik simpati bangsa Indonesia agar lebih meningkatkan
bantuannya baik moril maupun materiil, maka dalam sidang istimewa ke-85
Parlemen Jepang (Teikoku Ginkai) pada tanggal 7 September 1944 (ada yang
menyebutkan 19 September 1944), Perdana Menteri Koiso mengumumkan bahwa Negara-negara
yang ada di bawah kekuasaan Jepang diperkenankan merdeka “kelak di kemudian
hari”. Janji kemerdekaan ini sering disebut dengan istilah Deklarasi Kaiso.
Pada saat itu, Koiso dianggap menciptakan perdamaian dengan Sekutu, namun ia
tak bisa menemukan solusi yang akan menenteramkan militer Jepang atau Amerika.
Sejak saat itu pemerintah Jepang memberi kesempatan pada
bangsa Indonesia untuk mengibarkan bendera merah putih berdampingan dengan
Hinomaru (bendera Jepang), begitu pula lagu kebangsaan Indonesia Raya boleh
dinyanyikan setelah lagu Kimigayo. Di satu sisi ada sedikit kebebasan, namun di
sisi lain pemerintah Jepang semakin meningkatkan jumlah tenga pemuda untuk
pertahanan. Selain dari organisasi pertahanan yang sudah ada ditambah lagi
dengan organisasi lainnya seperti: Barisan Pelajar (Suishintai), Barisan Berani
Mati (Jikakutai) beranggotakan 50.000 orang yang diilhami oleh pasukan Kamikaze
Jepang yang jumlahnya 50.000 orang (pasukan berani mati pada saat penyerangan
ke Pearl Harbour).
Pada akhir 1944, posisi Jepang semakin terjepit dalam Perang
Asia Timur Raya dimana Sekutu berhasil menduduki wilayah-wilayah kekuasaan
Jepang, seperti Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Kepulauan Marshall, bahkan
Kepulauan Saipan yang letaknya sudah sangat dekat dengan Jepang berhasil
diduduki oleh Amerika pada bulan Juli 1944. Sekutu kemudian menyerang Ambon,
Makasar, Manado, Tarakan, Balikpapan, dan Surabaya.
Menghadapi situasi yang kritis itu, maka pada tanggal 1
Maret 1945 pemerintah pendudukan Jepang di Jawa yang dipimpin oleh Panglima
tentara ke-16 Letnan Jenderal Kumakici Harada mengumumkan pembentukan Dokuritsu
Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI). Tujuan pembentukan badan tersebut adalah menyelidiki dan mengumpulkan
bahan-bahan penting tentang ekonomi, politik dan tata pemerintahan sebagai
persiapan untuk kemerdekaan Indonesia.
Walaupun dalam penyusunan keanggotaan berlangsung lama
karena terjadi tawar menawar antara pihak Indonesia dan Jepang, namun akhirnya
BPUPKI berhasil dilantik 28 Mei 1945 bertepatan dengan hari kelahiran Kaisar
Jepang, yaitu Kaisar Hirohito. Adapun keanggotaan yang terbentuk berjumlah 67
orang dengan ketua Dr. K.R.T. Radjiman Widiodiningrat dan R. Suroso dan seorang
Jepang sebagai wakilnya Ichi Bangase ditambah 7 anggota Jepang yang tidak
memiliki suara. Ir. Soekarno yang pada waktu itu juga dicalonkan menjadi ketua,
menolak pencalonannya karena ingin memperoleh kebebasan yang lebih besar dalam
perdebatan, karena biasanya peranan ketua sebagai moderator atau pihak yang
menegahi dalam memberi keputusan tidak mutlak.
Pada tanggal 28 Mei 1945 dilangsungkanlah upacara peresmian
BPUPKI bertempat di Gedung Cuo Sangi In, Jalan Pejambon Jakarta, dihadiri oleh
Panglima Tentara Jepang Wilayah Ketujuh Jenderal Itagaki dan Panglima Tentara
Keenam Belas di Jawa Letnan Jenderal Nagano. BPUPKI mulai melaksanakan tugasnya
dengan melakukan persidangan untuk merumuskan undang-undang dasar bagi
Indonesia kelak. Hal utama yang dibahas adalah dasar negara bagi negara
Indonesia merdeka.
Selama masa tugasnya BPUPKI hanya mengadakan sidang dua
kali. Sidang pertama dilakukan pada tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945 di gedung
Chou Sang In di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang sekarang dikenal dengan sebutan
Gedung Pancasila. Pada sidang pertama, Dr. KRT. Rajiman Widyodiningrat selaku
ketua dalam pidato pembukaannya menyampaikan masalah pokok menyangkut dasar
negara Indonesia yang ingin dibentuk pada tanggal 29 Mei 1945.
Ada tiga orang yang memberikan pandangannya mengenai dasar
negara Indonesia yaitu Mr. Muhammad Yamin, Prof. Dr. Supomo dan Ir. Soekarno.
Orang pertama yang memberikan pandangannya adalah Mr.
Muhammad Yamin.
Dalam pidato singkatnya, ia mengemukakan lima asas yaitu:
a. peri kebangsaan
b. peri ke Tuhanan
c. kesejahteraan rakyat
d. peri kemanusiaan
e. peri kerakyatan
Pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Soepomo dalam pidatonya
mengusulkan pula lima asas yaitu:
a. persatuan
b. mufakat dan demokrasi
c. keadilan social
d. kekeluargaan
e. musyawarah
Pada sidang hari ketiga tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno
mengusulkan lima dasar negara Indonesia merdeka yaitu:
a. Kebangsaan Indonesia
b. Internasionalisme dan peri kemanusiaan
c. Mufakat atau demokrasi
d. Kesejahteraan social
e. Ketuhanan yang Maha Esa.
Kelima asas dari Ir. Soekarno itu disebut Pancasila yang
menurut beliau dapat diperas menjadi Tri Sila atau Tiga Sila yaitu:
a. Sosionasionalisme
b. Sosiodemokrasi
c. Ketuhanan yang berkebudayaan
Bahkan menurut Ir. Soekarno Trisila tersebut di atas masih
dapat diperas menjadi Eka sila yaitu sila Gotong Royong.
Meskipun sudah ada tiga usulan tentang dasar negara, namun
sampai 1 Juni 1945 sidang BPUPKI belum berhasil mencapai kata sepakat tentang
dasar negara. Maka diputuskan untuk membentuk panitia khusus yang diserahi
tugas untuk membahas dan merumuskan kembali usulan dari anggota, baik lisan
maupun tertulis dari hasil sidang pertama. Panitia khusus ini yang dikenal
dengan Panitia 9 atau panitia kecil yang terdiri dari:
1. Ir. Soekarno (ketua)
2. Drs. Moh. Hatta (wakil ketua)
3. KH. Wachid Hasyim (anggota)
4. Abdoel Kahar Muzakar (anggota)
5. A.A. Maramis (anggota)
6. Abikoesno Tjokrosoeyoso (anggota)
7. H. Agus Salim (anggota)
8. Mr. Achmad Soebardjo (anggota)
9. Mr. Muhammad Yamin (anggota).
Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan mengadakan
pertemuan. Hasil dari pertemuan tersebut, direkomondasikan Rumusan Dasar Negara
yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisi
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya;
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Persatuan Indonesia;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan;
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Coba Anda perhatikan rumusan piagam Jakarta point pertama,
konsep inilah yang pada akhirnya mengalami perubahan karena adanya kritik bahwa
bangsa Indonesia majemuk dalam beragama. Di sisi lain konsep tersebut saat ini
sedang gencar-gencarnya untuk diusahakan kembali yaitu upaya untuk menjalankan
syariat Islam bagi pemeluknya mengingat agama Islam merupakan mayoritas di
Indonesia.
Setelah piagam Jakarta berhasil disusun, BPUPKI membentuk
Panitia Perancang Undang-Undang Dasar. Ini merupakan sidangnya yang ke-2 pada
tanggal 10 - 16 Juli 1945. Panitia ini diketuai oleh Ir. Soekarno dan
beranggotakan 19 orang. Pada sidang tanggal 11 Juli 1945, panitia Perancang UUD
membentuk panitia kecil yang beranggotakan 7 orang.
a. Prof. Dr. Mr. Soepomo (ketua merangkap anggota)
b. Mr. Wongsonegoro
c. Mr. Achmad Soebardjo
d. A.A. Maramis
e. Mr. R.P. Singgih
f. H. Agus Salim
g. Dr. Sukiman.
Tugas panitia kecil adalah menyempurnakan dan menyusun
kembali rancangan UUD yang telah disepakati. Selain panitia kecil di atas,
adapula panitia Penghalus bahasa yang anggotanya terdiri dari Prof. Dr. Mr.
Soepomo, Prof. Dr. P.A.A. Hoesein Djayadiningrat.
Tanggal 13 Juli 1945 panitia perancang UUD yang diketuai Ir.
Soekarno mengadakan sidang untuk membahas hasil kerja panitia kecil perancang
UUD.
Pada tanggal 14 Juli 1945 dalam rapat pleno BPUPKI menerima
laporan panitia perancang UUD yang dibacakan Ir. Soekarno. Dalam laporan
tersebut tiga masalah pokok yaitu:
a. pernyataan Indonesia merdeka
b. pembukaan UUD
c. batang tubuh UUD.
Konsep pernyataan Indonesia merdeka disusun dengan mengambil
tiga alenia pertama piagam Jakarta. Sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir
seluruhnya diambil dari alinea keempat piagam Jakarta.
Hasil kerja panitia perancang UUD yang dilaporkan akhirnya
diterima oleh BPUPKI. Kejadian ini merupakan momentum yang sangat penting
karena disinilah masa depan bangsa dan negara dibentuk.
Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI atau Dokurtsu Junbi
Cosakai dibubarkan oleh Jepang karena dianggap terlalu cepat mewujudkan
kehendak Indonesia merdeka dan mereka menolak adanya keterlibatan pemimpin
pendudukan Jepang dalam persiapan kemerdekaan Indonesia.
Pada tanggal itu pula dibentuk PPKI atau Dokuritsu Junbi
Inkai, dengan anggota berjumlah 21 orang terdiri dari 12 orang dari Jawa, 3
orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang
dari Nusa Tenggara, 1 orang dari Maluku, 1 orang dari Tionghoa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar