Home

Minggu, 16 Maret 2014

Jokowi Nyapres

Sosok Joko Widodo alias Jokowi di mata masyarakat Malang tak hanya dinilai sebagai sosok Satrio Piningit, tetapi dia juga ditafsirkan sebagai sosok Ken Arok, yang dinilai mampu mendobrak ketidakadilan, penegakan hukum, dan penindasan, serta akan berhasil membawa Indonesia menjadi negara yang gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo.

"Sosok Jokowi dilihat dari kinerjanya memimpin Kota Solo dan DKI Jakarta yang cukup merakyat dan sederhana. Bukan hanya layak disebut Satrio Piningit, tapi juga layak disebut sosok Ken Arok," jelas Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Malang, Hari Sasongko, kepada Kompas.com, Sabtu (15/3/2014).

Ketua DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dinilai cukup tepat menetapkan Jokowi menjadi calon presiden pada Pilpres 2014 mendatang. Kinerja dan tipe kepemimpinannya selama ini, kata dia, tak jauh beda dengan apa yang pernah dilakukan Ken Arok, yang tercatat dalam sejarah.

Sosok Ken Arok, tutur dia, adalah warga sipil biasa, bukan lahir dari keturunan raja atau ningrat, bukan juga keturunan darah biru. Begitu juga dengan Jokowi.

"Jokowi hanya pengusaha mebel biasa. Bukan juga keturunan Soekarno. Tapi dalam diri Jokowi mengalir ideologi Soekarno. Jokowi adalah anak ideologi Soekarno," ujarnya.

"Selain pemberani, Ken Arok juga setia pada kesederhanaan. Ya, sama seperti Jokowi saat ini. Ken Arok melakukan perlawanan dibantu oleh pendeta Hindhu Siwa dan Buddha untuk mengalahkan Kerajaan Kediri, yang saat itu berbasiskan Hindhu Wisnu," tuturnya lagi.

Soal Jokowi berziarah ke makam Soekarno sebelum diumumkan jadi capres, Hari menilai, hal itu menjadi tradisi yang sudah ada sejak dulu, yakni tradisi Tirta Yatra (perjalanan suci mengunjungi makam leluhur).

"Hal itu wajar dilakukan Ibu Megawati mengajak Jokowi ke makam Bung Karno sebelum ditetapkan jadi capres," katanya.

Hari mengibaratkan, jika di Malang, ada Candi Jejawar, yang ada di Desa Mulyoasri, Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang. "Ken Arok juga pernah melakukan tradisi Tirta Yatra di Jejawar itu," ujar Hari.

Bila dipandang dari beberapa sudut pandang penduduk Jakarta, mereka mengkhawatirkan Jokowi akan menghianati penduduk Jakarta dengan Maju di zona Capres. Hal ini maklum mengingat 2014 ini baru separuh masa jabatan Jokowi di Jakarta.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo,  menyatakan telah mendapat mandat menjadi calon presiden dari Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan dia menyatakan siap. Jokowi menjadi capres dinilai bukan bentuk pengkhianatannya terhadap Jakarta maupun janji kampanye saat maju dalam Pemilu Gubernur DKI Jakarta.

“Menjadi presiden tidak berarti meninggalkan DKI, kalau jadi gubernur di tempat lain baru mungkin,” kata mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, saat berbincang dengan sejumlah wartawan di kediamannya, di Jakarta, Jumat malam. Justru, ujar dia, Jokowi akan dapat lebih cepat menangani persoalan Jakarta bila dia menjadi presiden.

Menurut Kalla, salah satu persoalan yang harus diselesaikan segera oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah infrastruktur dan transportasi. Namun, kata dia, kedua persoalan hanya dapat diselesaikan dengan cepat bila pemerintah pusat menjadikannya sebagai prioritas. "Kalau dengan (Jokowi) menjadi presiden, bisa saja berbuat lebih banyak demi Jakarta,” ujar dia.

Di tempat terpisah, Presidium Sekretariat Nasional Jokowi, Samuel A Pangerapan, mengatakan, persoalan yang terjadi di Jakarta merupakan problem nasional. Dia mengatakan perlu sinergi yang komprehensif untuk menyelesaikan masalah itu.

Namun, Samuel mengatakan, rencana pencapresan Jokowi memang rawan menjadi sasaran empuk kampanye hitam oleh para lawan politik. “Untuk itu, semua pendukung Jokowi harus mampu menjelaskan secara baik dan santun bahwa hanya dengan Jokowi sebagai presiden, maka masalah-masalah yang sulit diselesaikan di Jakarta akan dapat lebih mudah diselesaikan,” ujar dia.

Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2014/03/15/0628191/.Jokowi.Jadi.Capres.Tak.Berarti.Khianati.Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar