Sosok Joko Widodo alias Jokowi di mata masyarakat Malang tak
hanya dinilai sebagai sosok Satrio Piningit, tetapi dia juga ditafsirkan
sebagai sosok Ken Arok, yang dinilai mampu mendobrak ketidakadilan, penegakan
hukum, dan penindasan, serta akan berhasil membawa Indonesia menjadi negara
yang gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo.
"Sosok Jokowi dilihat dari kinerjanya memimpin Kota
Solo dan DKI Jakarta yang cukup merakyat dan sederhana. Bukan hanya layak
disebut Satrio Piningit, tapi juga layak disebut sosok Ken Arok," jelas
Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Malang, Hari Sasongko, kepada Kompas.com,
Sabtu (15/3/2014).
Ketua DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dinilai
cukup tepat menetapkan Jokowi menjadi calon presiden pada Pilpres 2014
mendatang. Kinerja dan tipe kepemimpinannya selama ini, kata dia, tak jauh beda
dengan apa yang pernah dilakukan Ken Arok, yang tercatat dalam sejarah.
Sosok Ken Arok, tutur dia, adalah warga sipil biasa, bukan
lahir dari keturunan raja atau ningrat, bukan juga keturunan darah biru. Begitu
juga dengan Jokowi.
"Jokowi hanya pengusaha mebel biasa. Bukan juga
keturunan Soekarno. Tapi dalam diri Jokowi mengalir ideologi Soekarno. Jokowi
adalah anak ideologi Soekarno," ujarnya.
"Selain pemberani, Ken Arok juga setia pada
kesederhanaan. Ya, sama seperti Jokowi saat ini. Ken Arok melakukan perlawanan
dibantu oleh pendeta Hindhu Siwa dan Buddha untuk mengalahkan Kerajaan Kediri,
yang saat itu berbasiskan Hindhu Wisnu," tuturnya lagi.
Soal Jokowi berziarah ke makam Soekarno sebelum diumumkan
jadi capres, Hari menilai, hal itu menjadi tradisi yang sudah ada sejak dulu,
yakni tradisi Tirta Yatra (perjalanan suci mengunjungi makam leluhur).
"Hal itu wajar dilakukan Ibu Megawati mengajak Jokowi
ke makam Bung Karno sebelum ditetapkan jadi capres," katanya.
Hari mengibaratkan, jika di Malang, ada Candi Jejawar, yang
ada di Desa Mulyoasri, Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang. "Ken Arok
juga pernah melakukan tradisi Tirta Yatra di Jejawar itu," ujar Hari.
Bila dipandang dari beberapa sudut pandang penduduk Jakarta,
mereka mengkhawatirkan Jokowi akan menghianati penduduk Jakarta dengan Maju di
zona Capres. Hal ini maklum mengingat 2014 ini baru separuh masa jabatan Jokowi
di Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, menyatakan telah mendapat mandat menjadi calon
presiden dari Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan dia menyatakan siap.
Jokowi menjadi capres dinilai bukan bentuk pengkhianatannya terhadap Jakarta
maupun janji kampanye saat maju dalam Pemilu Gubernur DKI Jakarta.
“Menjadi presiden tidak berarti meninggalkan DKI, kalau jadi
gubernur di tempat lain baru mungkin,” kata mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla,
saat berbincang dengan sejumlah wartawan di kediamannya, di Jakarta, Jumat
malam. Justru, ujar dia, Jokowi akan dapat lebih cepat menangani persoalan Jakarta
bila dia menjadi presiden.
Menurut Kalla, salah satu persoalan yang harus diselesaikan
segera oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah infrastruktur dan
transportasi. Namun, kata dia, kedua persoalan hanya dapat diselesaikan dengan
cepat bila pemerintah pusat menjadikannya sebagai prioritas. "Kalau dengan
(Jokowi) menjadi presiden, bisa saja berbuat lebih banyak demi Jakarta,” ujar
dia.
Di tempat terpisah, Presidium Sekretariat Nasional Jokowi,
Samuel A Pangerapan, mengatakan, persoalan yang terjadi di Jakarta merupakan
problem nasional. Dia mengatakan perlu sinergi yang komprehensif untuk
menyelesaikan masalah itu.
Namun, Samuel mengatakan, rencana pencapresan Jokowi memang
rawan menjadi sasaran empuk kampanye hitam oleh para lawan politik. “Untuk itu,
semua pendukung Jokowi harus mampu menjelaskan secara baik dan santun bahwa
hanya dengan Jokowi sebagai presiden, maka masalah-masalah yang sulit
diselesaikan di Jakarta akan dapat lebih mudah diselesaikan,” ujar dia.
Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2014/03/15/0628191/.Jokowi.Jadi.Capres.Tak.Berarti.Khianati.Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar