Oda Nobunaga (織田 信長?) (lahir 23 Juni 1534 – meninggal 21
Juni 1582 pada umur 47 tahun) adalah seorang daimyo Jepang yang hidup dari
zaman Sengoku hingga zaman Azuchi-Momoyama.
Lahir sebagai pewaris Oda Nobuhide, Nobunaga harus bersaing
memperebutkan hak menjadi kepala klan dengan adik kandungnya Oda Nobuyuki.
Setelah menang dalam pertempuran melawan klan Imagawa dan klan Saito, Nobunaga
menjadi pengikut Ashikaga Yoshiaki dan diangkat sebagai pejabat di Kyoto.
Kekuatan penentang Nobunaga seperti klan Takeda, klan Asakura, pendukung kuil
Enryakuji, dan kuil Ishiyama Honganji dapat ditaklukkan berkat bantuan Ashikaga
Yoshiaki. Nobunaga menjalankan kebijakan pasar bebas (rakuichi rakuza) dan
melakukan survei wilayah. Nobunaga diserang pengikutnya yang bernama Akechi
Mitsuhide sehingga terpaksa melakukan bunuh diri dalam Insiden Honnōji.
Nobunaga dikenal dengan kebijakan yang dianggap
kontroversial seperti penolakan kekuasaan oleh klan yang sudah mapan, dan
pengangkatan pengikut dari keluarga yang asal usul keturunannya tidak jelas. Nobunaga
berhasil memenangkan banyak pertempuran di zaman Sengoku berkat penggunaan
senjata api model baru. Selain itu, ia ditakuti akibat tindakannya yang sering
dinilai kejam, seperti perintah membakar semua penentang yang terkepung di kuil
Enryakuji, sehingga Nobunaga mendapat julukan raja iblis.
Masa muda
Nobunaga dilahirkan di Istana Shōbata pada tahun 1534
sebagai putra ketiga Oda Nobuhide, seorang daimyo zaman Sengoku dari Provinsi
Owari. Kisah lain mengatakan Nobunaga dilahirkan di Istana Nagoya. Ibunya
bernama Dota Gozen (Tsuchida Gozen) yang merupakan istri sah Nobuhide, sehingga
Nobunaga berhak menjadi pewaris kekuasaan sang ayah.
Nobunaga diangkat menjadi penguasa Istana Nagoya sewaktu
masih berusia 2 tahun. Sejak kecil hingga remaja, Nobunaga dikenal sering
berkelakuan aneh sehingga mendapat julukan "si bodoh dari Owari" dari
orang-orang di sekelilingnya. Nama julukan ini diketahui dari catatan tentang
Nobunaga yang tertarik pada senapan yang tertulis dalam sejarah masuknya
senjata api ke Jepang melalui kota pelabuhan Tanegashima.
Nobunaga sejak masih muda memperlihatkan sifat jenius dan
tindakan gagah berani. Tindakan yang sangat mengejutkan sang ayah juga sering
dilakukan oleh Nobunaga, seperti menggunakan api untuk melepas sekelompok kuda
di Istana Kiyosu. Ketika masih merupakan pewaris kekuasaan ayahnya, Nobunaga
dari luar terlihat sangat melindungi para pengikutnya. Di sisi lain, Nobunaga
sangat berhati-hati terhadap para pengikut walaupun tidak diperlihatkan secara
terang-terangan.
Pada waktu Toda Yasumitsu dari Mikawa membelot dari klan
Imagawa ke klan Oda, Matsudaira Takechiyo berhasil diselamatkan dari
penyanderaan pihak musuh. Nobunaga sering melewatkan masa kecil bersama
Matsudaira Takechiyo (nantinya dikenal sebagai Tokugawa Ieyasu) sehingga
keduanya menjalin persahabatan yang erat.
Pada tahun 1546, Nobunaga menyebut dirinya sebagai Oda
Kazusanosuke (Oda Nobunaga) setelah diresmikan sebagai orang dewasa pada usia
13 tahun di Istana Furuwatari. Nobunaga mewarisi jabatan kepala klan (katoku)
setelah Oda Nobuhide tutup usia. Pada upacara pemakaman ayahnya, Nobunaga
melakukan tindakan yang dianggap tidak sopan dengan melemparkan abu dupa ke
altar. Ada pendapat yang mengatakan cerita ini merupakan hasil karangan orang
beberapa tahun kemudian.
Pada tahun 1553, Hirate Masahide, sesepuh klan Oda melakukan
seppuku sebagai bentuk protesnya terhadap kelakuan Nobunaga. Kematian Masahide
sangat disesali Nobunaga yang lalu meminta bantuan pendeta bernama Takugen
untuk membuka gunung dan mendirikan tempat beristirahat arwah Hirate Masahide.
Kuil ini kemudian diberi nama kuil Masahide.
Pada tahun 1548, Nobunaga mulai memimpin pasukan sebagai
pengganti sang ayah. Pertempuran sengit melawan musuh lama Saitō Dōsan dari
provinsi Mino akhirnya bisa diselesaikan secara damai. Nobunaga kemudian
menikah dengan putri Saito Dōsan yang bernama Nōhime.
Pertemuan Nobunaga dengan bapak mertua Saito Dōsan dilakukan
di kuil Shōtoku yang terletak di Gunung Kōya. Ada cerita yang mengatakan dalam
pertemuan ini kualitas kepemimpinan yang sebenarnya dari Oda Nobunaga mulai
terlihat dan reputasi Nobunaga sebagai anak bodoh mulai terhapus.
Pada bulan April 1556, sang bapak mertua Saitō Dōsan tewas
akibat kalah bertempur dengan putra pewarisnya sendiri Saitō Yoshitatsu.
Pasukan Dōsan sebetulnya sudah dibantu pasukan yang dikirim Nobunaga, tapi
konon sudah terlambat untuk dapat menolong Saitō Dōsan.
Klan Oda dan perselisihan keluarga
Pada tanggal 24 Agustus 1556, Nobunaga memadamkan
pemberontakan yang dipimpin adik kandungnya sendiri Oda Nobuyuki, Hayashi
Hidesada, Hayashi Michitomo, dan Shibata Katsuie dalam Pertempuran Inō. Oda
Nobuyuki terkurung di dalam Istana Suemori yang dikepung pasukan Nobunaga. Sang
ibu (Dota Gozen) datang untuk menengahi pertempuran di antara kedua putranya,
dan Nobunaga dimintanya untuk mengampuni Nobuyuki.
Pada tahun berikutnya (1557), Nobuyuki kembali menyusun
rencana pemberontakan. Nobunaga yang mendengar rencana ini dari laporan rahasia
Shibata Katsuie berpura-pura sakit dan menjebak Nobuyuki untuk datang
menjenguknya ke Istana Kiyosu. Nobuyuki dihabisi sewaktu datang ke Istana
Kiyosu.
Pada saat itu, Shiba Yoshimune dari klan Shiba menduduki
jabatan kanrei. Kekuatan klan Shiba sebagai penjaga Provinsi Owari sebenarnya
sudah mulai melemah, sehingga klan Imagawa dari Provinsi Suruga, klan Mizuno
dan klan Matsudaira dari Provinsi Mikawa bermaksud menyerang Provinsi Owari.
Sementara itu, perselisihan terjadi di dalam klan Oda yang
terdiri dari banyak keluarga dan faksi. Klan Oda mengabdi selama tiga generasi
untuk keluarga Oda Yamato-no-kami. Oda Nobutomo memimpin keluarga Oda
Yamato-no-kami yang menjabat shugodai untuk distrik Shimoyon, Provinsi Owari.
Nobunaga bukan merupakan garis keturunan utama klan Oda, sehingga Oda Nobutomo
berniat menghabisi keluarga Nobunaga yang dianggap sebagai ancaman.
Pada saat itu, Oda Nobutomo menjadikan penjaga Provinsi
Owari yang bernama Shiba Yoshimune sebagai boneka untuk mempertahankan
kekuasaan. Walaupun hal ini lazim dilakukan shugodai pada zaman itu, Yoshimune
tidak menyukai perlakuan Nobutomo sehingga hubungan di antara keduanya menjadi
tegang. Di tengah panasnya hubungan dengan Yoshimune, Nobutomo menyusun rencana
pembunuhan atas Nobunaga. Rencana pembunuhan ini dibocorkan Yoshimune kepada
Nobunaga, sehingga ada alasan untuk menyerang Nobutomo.
Setelah tahu rencana pembunuhan yang disusunnya terbongkar,
Nobutomo sangat marah terhadap Yoshimune. Ketika sedang menangkap ikan di
sungai ditemani pengawalnya, putra Yoshimune yang bernama Shiba Yoshikane
dibunuh oleh Nobutomo. Anggota keluarga Yoshikane (seperti adik Yoshikane yang
kemudian dikenal sebagai Mōri Hideyori dan Tsugawa Yoshifuyu) meminta
pertolongan Nobunaga untuk melarikan diri ke tempat yang jauh.
Peristiwa pembunuhan Shiba Yoshikane merupakan kesempatan
bagi Nobunaga untuk memburu dan membunuh komplotan pembunuh Yoshikane dari
keluarga Oda Kiyosu yang sudah lama merupakan ganjalan bagi Nobunaga. Oda
Nobutomo berhasil dihabisi paman Nobunaga yang bernama Oda Nobumitsu (penguasa
Istana Mamoriyama). Dengan tewasnya Nobutomo, Nobunaga berhasil menamatkan
sejarah keluarga Oda Kiyosu yang merupakan garis keturunan utama klan Oda,
sehingga keluarga Oda Nobunaga yang bukan berasal dari garis keturunan utama
bisa menjadi pemimpin klan.
Nobunaga menaklukkan penguasa Istana Inuyama bernama Oda
Nobukiyo yang sebenarnya masih satu keluarga. Setelah itu, Nobunaga
menyingkirkan Oda Nobuyasu yang merupakan garis utama keturunan klan Oda
sekaligus penguasa distrik Shimoyon. Oda Nobuyasu adalah anggota keluarga Oda
Kiyosu yang menjadi musuh besar Nobunaga. Nobunaga berhasil mengalahkan Oda
Nobuyasu, dan mengusirnya dalam Pertempuran Ukino. Pada tahun 1559, keluarga
Nobunaga berhasil memegang kendali kekuasaan Provinsi Owari.
Pengusiran klan Shiba
Kesempatan tewasnya Shiba Yoshikane yang merupakan boneka
klan Oda digunakan Nobunaga untuk berdamai dengan para daimyo di wilayah
tetangga. Nobunaga berhasil menjalin persekutuan dengan klan Shiba, klan Kira
(penjaga wilayah Mikawa) dan klan Imagawa (penjaga wilayah Suruga).
Keadaan berlangsung tenang selama beberapa waktu sampai
terbongkarnya rencana komplotan pembunuh Nobunaga. Komplotan terdiri dari klan
Ishibashi yang masih keluarga dengan Shiba Yoshikane (pemimpin klan Shiba), dan
klan Kira yang masih ada hubungan keluarga dengan klan Ashikaga. Keluarga
shogun Ashikaga masih merupakan garis utama keturunan klan Shiba. sewaktu
diusir ke Kyoto, Yoshikane pernah meminta perlindungan keluarga Ashikaga.
Setelah menghabisi klan Shiba dan keluarga Oda Kiyosu, kekuasaan Provinsi Owari
akhirnya benar-benar berada di tangan Nobunaga.
Pertempuran Okehazama
Lokasi pertempuran Okehazama di kota Toyoaki, Prefektur
Aichi
Pada tahun berikutnya (1560), penjaga wilayah Suruga yang
bernama Imagawa Yoshimoto memimpin pasukan besar-besaran yang dikabarkan
terdiri dari 20.000 sampai 40.000 prajurit untuk menyerang Owari. Imagawa
Yoshimoto adalah musuh Nobunaga karena masih satu keluarga dengan klan Kira
yang merupakan garis luar keturunan keluarga shogun Ashikaga. Klan Matsudaira
dari Mikawa yang berada di garis depan berhasil menaklukkan benteng-benteng
pihak Nobunaga.
Pertempuran tidak seimbang karena jumlah pasukan klan Oda
hanya sedikit. Di tengah kepanikan para pengikutnya, Nobunaga tetap tenang.
Saat tengah malam, Nobunaga tiba-tiba bangkit menarikan tarian Kōwaka-mai dan
menyanyikan lagu Atsumori. Setelah puas menari dan menyanyi, Nobunaga pergi
berdoa ke kuil Atsuta-jingū dengan hanya ditemani beberapa orang pengikutnya
yang menunggang kuda. Sebagai pengalih perhatian, sejumlah prajurit
diperintahkan untuk tinggal di tempat. Sementara itu, Nobunaga memimpin pasukan
yang hanya terdiri dari 2.000 prajurit untuk menyerang pasukan Imagawa yang
sedang mabuk kemenangan. Imagawa Yoshimoto diincarnya untuk dibunuh. Pasukan
Nobunaga pasti kalah jika berhadapan langsung dengan pasukan Imagawa yang
berjumlah sepuluh kali lipat. Peristiwa ini dikenal sebagai Pertempuran
Okehazama. Imagawa Yoshimoto sangat terkejut dan tidak menduga serangan
mendadak dari pihak Nobunaga. Pengawal berkuda dari pihak Nobunaga, Hattori
Koheita dan Mōri Shinsuke berhasil membunuh Imagawa Yoshimoto. Setelah
kehilangan pemimpin, sisa-sisa pasukan Imagawa pulang melarikan diri ke Suruga.
Kemenangan dalam Pertempuran Okehazama membuat nama Oda Nobunaga, 26 tahun,
menjadi terkenal di seluruh negeri.
Seusai Pertempuran Okehazama, klan Imagawa menjadi
kehilangan kendali atas klan Matsudaira yang melepaskan diri dari keluarga
Imagawa. Pada tahun 1562 dengan perjanjian Persekutuan Kiyosu, Nobunaga
bersekutu dengan Matsudaira Motoyasu (kemudian dikenal sebagai Tokugawa Ieyasu)
dari Provinsi Mikawa. Kedua belah pihak memiliki tujuan yang sama, yakni
menghancurkan klan Imagawa. Okehazama secara umum dianggap sebagai pijakan
pertama Nobunaga dalam usaha besarnya menyatukan seluruh Jepang dan menciptakan
perdamaian di seluruh negeri
Penaklukan Mino
Penaklukan Saitō Tatsuoki dari Provinsi Mino merupakan
tujuan berikut Nobunaga. Pada tahun 1564, Nobunaga bersekutu dengan Azai
Nagamasa dari Ōmi utara untuk menjepit posisi klan Saitō. Berdasarkan
perjanjian tersebut, adik perempuan Nobunaga yang bernama Oichi dinikahkan
dengan Azai Nagamasa.
Pada tahun 1566, Nobunaga memerintahkan Kinoshita Tōkichirō
(Hashiba Hideyoshi) untuk membangun Istana Sunomata yang akan digunakan sebagai
batu loncatan penyerangan ke Mino.
Nobunaga berhasil menaklukkan pasukan Saitō Tatsuoki berkat
bantuan klan Takenaka, Kelompok Tiga Serangkai dari Mino bagian barat (pasukan
dari klan Inaba, klan Ujiie, dan klan Andō), klan Hachisuka, klan Maeno dan
klan Kanamori. Dengan ditaklukkan Provinsi Mino pada tahun 1567, Nobunaga
menjadi daimyo dua provinsi sekaligus di usia 33 tahun.
Keinginan Nobunaga untuk menaklukkan seluruh Jepang dimulai
dari Provinsi Mino, karena pada saat itu menguasai Mino sama artinya dengan
menguasai seluruh Jepang. Nama bekas pusat kekuasaan klan Toki dan klan Saitō
di Inoguchi diganti namanya oleh Nobunaga menjadi Gifu. Aksara kanji
"Gi" untuk kota Gifu diambil dari nama Gunung Gi (Qi dalam bahasa
Tiongkok) yang merupakan tempat berdirinya Dinasti Zhou. Nobunaga konon
bermaksud menggunakan kesempatan ini sebagai titik awal pendirian dinasti
Nobunaga.
Pada tahun itu juga (1567), Nobunaga mulai secara
terang-terangan menunjukkan ambisinya menguasai seluruh Jepang. Nobunaga mulai
menggunakan stempel bertuliskan Tenka Fubu (天下布武?, di bawah langit, menguasai
dengan kekuatan bersenjata) atau penguasaan seluruh Jepang dengan kekuatan
bersenjata.
Pada saat itu, Provinsi Kai dan Shinano yang bertetangga
dengan Mino dikuasai daimyo Takeda Shingen. Nobunaga berusaha memperlihatkan
sikap bersahabat dengan Shingen, antara lain berusaha mengawinkan Oda Nobutada,
putra pewarisnya dengan anggota keluarga Takeda Shingen.
Bertugas di Kyoto
Pada masa sebelum tahun 1565, klan Miyoshi adalah bawahan
(shitsuji) dari klan Hosokawa yang secara turun-temurun telah menjabat kanrei
di wilayah Kinai. Kelompok Tiga Serangkai Miyoshi dan Matsunaga Hisahide adalah
samurai berpengaruh dari klan Miyoshi yang mengabdi kepada shogun ke-14
Ashikaga Yoshihide yang merupakan boneka klan Miyoshi.
Sewaktu sedang memperkuat pemerintah keshogunan, Ashikaga
Yoshiteru (shogun ke-13) berselisih dengan klan Miyoshi sehingga dibunuh
Kelompok Tiga Serangkai Miyoshi dan Matsunaga Hisahide. Selain itu, adik
Ashikaga Yoshiteru yang bernama Ashikaga Yoshiaki juga menjadi incaran,
sehingga melarikan diri ke Provinsi Echizen yang dikuasai klan Asakura. Pada
saat itu, penguasa Echizen yang bernama Asakura Yoshikage ternyata tidak
memperlihatkan sikap mau memburu klan Miyoshi.
Pada bulan Juli 1568, Yoshiaki dengan mengabaikan rasa
takutnya, mendekati Nobunaga yang sudah menjadi penguasa Mino. Pada bulan
September tahun yang sama, permintaan bantuan Ashikaga Yoshiaki disambut
Nobunaga yang kebetulan mempunyai ambisi untuk menguasai Jepang. Nobunaga
menerima Ashikaga Yoshiaki sebagai shogun ke-15 yang kemudian memuluskan
rencananya untuk menguasai Kyoto.
Usaha Nobunaga untuk menaklukkan Kyoto dihentikan di
Provinsi Ōmi oleh klan Rokkaku. Pimpinan klan Rokkaku yang bernama Rokkaku
Yoshikata tidak mengakui Yoshiaki sebagai shogun. Serangan mendadak dilakukan
Nobunaga, dan seluruh anggota klan Rokkaku terusir. Penguasa Kyoto yang terdiri
dari Miyoshi Yoshitsugu dan Mastunaga Hisahide juga ditaklukkan Nobunaga.
Ambisi Nobunaga menguasai Kyoto tercapai setelah Kelompok Tiga Serangkai
Miyoshi melarikan diri ke Provinsi Awa.
Berkat bantuan Nobunaga, Ashikaga Yoshiaki diangkat sebagai
shogun ke-15 Keshogunan Ashikaga. Nobunaga membatasi kekuasaan shogun agar bisa
memerintah seluruh negeri sesuai kemauannya sendiri. Pemimpin militer daerah
seperti Uesugi Kenshin juga mematuhi kekuasaan keshogunan yang dikendalikan
Nobunaga.
Nobunaga memaksa Yoshiaki untuk mematuhi Lima Pasal
Peraturan Kediaman Keshogunan (denchū okite gokajū) yang membuat shogun
Yoshiaki sebagai boneka Nobunaga. Secara diam-diam, Ashikaga Yoshiaki membentuk
koalisi anti-Nobunaga dibantu daimyo penentang Nobunaga.
Dalam usaha menaklukkan Kyoto, Nobunaga memberi dana
pengeluaran militer sebanyak 20.000 kan kepada kota Sakai dengan permintaan
agar tunduk kepada Nobunaga. Perkumpulan pedagang kota Sakai (Sakai Egoshū)
menentang Nobunaga dengan bantuan Kelompok Tiga Serangkai Miyoshi. Pada tahun
1569, Kota Sakai menyerah setelah diserang pasukan Nobunaga.
Mulai sekitar tahun 1567, Nobunaga berusaha menaklukkan
Provinsi Ise. Provinsi Ise dikuasai Nobunaga berkat bantuan kedua putranya yang
dikawinkan dengan anggota keluarga klan yang berpengaruh di Ise. Pada tahun
1568, Nobunaga memaksa klan Kambe untuk menyerah dengan imbalan Oda Nobutaka
dijadikan penerus keturunan klan Kambe. Pada tahun 1569, Nobunaga menundukkan
klan Kitabatake yang menguasai Provinsi Ise. Putra kedua Nobunaga yang bernama
Oda Nobuo (Oda Nobukatsu) dijadikan sebagai penerus keturunan Kitabatake.
Koalisi anti-Nobunaga
Pada bulan April 1570, Nobunaga bersama Tokugawa Ieyasu
memimpin pasukan untuk menyerang Asakura Yoshikage di Provinsi Echizen. Istana
milik Asakura satu demi satu berhasil ditaklukkan pasukan gabungan
Oda-Tokugawa. Pasukan sedang dalam iring-iringan menuju Kanegasaki ketika
secara tiba-tiba Azai Nagamasa (sekutu Nobunaga dari Ōmi utara) berkhianat dan
menyerang pasukan Oda-Tokugawa dari belakang. Nobunaga sudah dalam posisi
terjepit ketika Kinoshita Hideyoshi meminta diberi kesempatan bertempur di
bagian paling belakang dibantu Tokugawa Ieyasu agar Nobunaga mempunyai
kesempatan untuk kabur. Pada akhirnya, Nobunaga bisa kembali ke Kyoto.
Peristiwa tersebut dikenal sebagai Jalan Lolos Kanegasaki (Kanegasaki
Nukiguchi).
Sementara itu, Ashikaga Yoshiaki yang sedang membangun
kembali Keshogunan Muromachi, secara diam-diam mengumpulkan kekuatan
anti-Nobunaga. Koalisi anti-Nobunaga yang dipimpinnya terdiri dari daimyo
seperti Takeda Shingen, Asakura Yoshikage, Azai Nagamasa, Kelompok Tiga
Serangkai Miyoshi, dan kekuatan bersenjata kuil Buddha dan Shinto seperti
Ishiyama Honganji dan Enryakuji. Kekuatan yang dipaksa tunduk kepada Nobunaga
seperti Miyoshi Yoshitsugu dan Matsunaga Hisahide juga dipanggil untuk
bergabung.
Pada bulan Juni 1570, pasukan Tokugawa Ieyasu bersama
pasukan Nobunaga terlibat pertempuran dengan pasukan gabungan Azai-Asakura yang
anti-Nobunaga. Pertempuran terjadi di tepi sungai Anegawa (Provinsi Ōmi) yang
kemudian dikenal sebagai Pertempuran Sungai Anegawa.
Pertempuran berlangsung sengit dengan kerugian besar di
kedua belah pihak. Pihak Azai dengan Isono Kazumasa di garis depan sudah kehilangan
13 lapis pasukan dari 15 lapis pasukan yang ada. Tokugawa Ieyasu yang
berhadapan dengan Kelompok Tiga Serangkai dari Mino juga terlibat pertempuran
sengit. Pada akhirnya, pasukan Nobunaga berhasil mengalahkan pasukan gabungan
Azai-Asakura. Pada pertempuran berikutnya di Sakamoto (Ōmi), pasukan Nobunaga
menderita kekalahan pahit dari pasukan gabungan kuil Enryakuji-Asakura-Azai.
Mori Yoshinari dan adik Nobunaga yang bernama Oda Nobuharu tewas terbunuh.
Pada bulan September 1571, Nobunaga mengeluarkan perintah
untuk membakar kuil Enryakuji yang memakan korban tewas sebanyak 4.000 orang.
Korban tewas sebagian besar terdiri dari wanita dan anak-anak, termasuk pendeta
kepala Enryakuji yang ikut tewas terbunuh. Takeda Shingen dalam pernyataan yang
mengecam keras tindakan Nobunaga mengatakan Nobunaga sudah berubah menjadi Raja
Iblis. Bangsawan bernama Yamashina Toki dalam pernyataan yang menyesalkan
tindakan Nobunaga mengatakan (Nobunaga) sudah menghancurkan ajaran agama
Buddha.
Pada tahun 1572, Takeda Shingen dari Provinsi Kai memutuskan
untuk menyerang Kyoto sebagai jawaban atas permintaan bantuan Ashikaga
Yoshiaki. Pasukan berjumlah 27.000 prajurit yang dipimpin Shingen berhasil
menaklukkan wilayah kekuasaan keluarga Tokugawa.
Ketika mendengar kabar penyerangan Takeda Shingen, Nobunaga
sedang berperang melawan Azai Nagamasa dan Asakura Yoshikage di Ōmi utara.
Nobunaga segera kembali ke Gifu setelah pimpinan pasukan diserahkan kepada
Kinoshita Hideyoshi. Nobunaga mengirim pasukan untuk membantu Tokugawa Ieyasu,
tapi jumlahnya tidak cukup. Pasukan Takeda Shingen tidak mungkin ditundukkan
pasukan bantuan Nobunaga yang hanya terdiri dari 3.000 prajurit. Pada akhirnya,
pasukan gabungan Oda-Tokugawa dikalahkan pasukan Takeda dalam Pertempuran
Mikatagahara. Selanjutnya, pasukan Takeda terus memperkuat posisi di wilayah
kekuasaan Tokugawa.
Pada musim dingin 1572, Asakura Yoshikage secara tiba-tiba
memutuskan persekutuannya dengan Takeda Shingen. Keadaan ini menguntungkan
pihak Nobunaga. Pasukan Nobunaga yang dipusatkan di Ōmi utara bisa ditarik
mundur. Dengan tambahan pasukan yang baru kembali dari Ōmi utara, kekuatan
pasukan gabungan Oda-Tokugawa berada jauh di atas pasukan Takeda. Pasukan
Takeda yang menghadapi pasukan gabungan Nobunaga hanya dapat maju pelan-pelan. Takeda
Shingen mengirimkan surat kepada Yoshikage sambil terus bergerak maju sedikit
demi sedikit di dalam wilayah Tokugawa. Pada bulan Mei 1573, Shingen tutup usia
karena sakit sebelum ambisinya menguasai Kyoto tercapai. Setelah membubarkan
diri, Pasukan Takeda pulang ke Provinsi Kai, dan sekaligus menandai tamatnya
koalisi anti-Nobunaga.
Pada bulan Juli 1573, pasukan Nobunaga terlibat dua kali
bentrokan bersenjata dengan pasukan Ashikaga. Keshogunan Muromachi runtuh
setelah diusirnya shogun Ashikaga Yoshiaki dari Kyoto. Selanjutnya, pada bulan
Agustus, Nobunaga berhasil menghancurkan pasukan Asakura Yoshikage dalam
Pertempuran Ichijōdani. Pada bulan berikutnya (September 1573), Azai Nagamasa
tewas akibat penyerangan pasukan Nobunaga. Dalam peristiwa ini, adik perempuan
Nobunaga yang bernama Oichi yang diperistri Azai Nagamasa berhasil
diselamatkan, namun Kelompok Tiga Serangkai Miyoshi tewas terbunuh.
Pada bulan November 1573, Miyoshi Yoshitsugu dari Kawachi
dipaksa pasukan Sakuma Nobumori untuk melakukan bunuh diri. Matsunaga Hisahide
juga dipaksa menyerah. Tidak sampai setengah tahun setelah wafatnya Takeda
Shingen, para daimyo yang menjadi anggota koalisi anti-Nobunaga tewas.
Penghancuran kelompok Ikkō
Pada tahun 1574, kelompok Ikkō Ise Nagashima dikepung
pasukan Nobunaga dari darat dan laut hingga tidak berdaya akibat terputusnya
jalur perbekalan. Pertempuran berlangsung sengit, dan Nobunaga sudah menderita
luka-luka tembak. Namun akhirnya kelompok Ikkō menanggapi peringatan untuk
menyerah. Nobunaga berpura-pura memberi izin kepada kelompok Ikki untuk
menyerahkan diri. Ketika sedang berkumpul untuk menyerahkan diri, kelompok Ikki
mendadak diserang. Semua pengikut kelompok Ikki yang sudah menyerah dibakar
hidup-hidup, sejumlah 20.000 orang tewas.
Sebagian besar anggota kelompok Ikki adalah orang tua,
wanita, dan anak-anak yang tidak pernah ikut berperang. Penjelasan yang dapat dipercaya
mengatakan Nobunaga melakukan pembunuhan massal sebagai balasan atas kerugian
besar yang diderita Nobunaga dalam pertempuran dengan kelompok Ikki Nagashima.
Pengikut terpercaya dan anggota keluarga Nobunaga tewas dalam jumlah besar,
sehingga Nobunaga dendam terhadap kelompok Ikki. Kelompok Ikko Nagashima habis
diberantas dengan pembunuhan massal yang dilakukan Nobunaga.
Pertempuran Nagashino
Pada tahun 1575, pewaris kekuasaan Takeda Shingen yang
bernama Takeda Katsuyori menjadikan menantu Ieyasu (Okudaira Nobumasa) sebagai
sasaran balas dendam terhadap Ieyasu. Istana Nagashino yang dijadikan tempat
kediaman Nobumasa diserang pasukan Takeda Katsuyori yang terdiri dari 15.000
prajurit.
Permintaan bantuan dari Ieyasu untuk membantu Okudaira
Nobumasa mendapat jawaban dari Nobunaga. Pasukan Takeda yang hanya terdiri dari
15.000 prajurit dihancurkan pasukan gabungan Oda-Tokugawa yang terdiri dari
30.000 prajurit Oda dan 5.000 prajurit Tokugawa. Peristiwa ini dikenal sebagai
Pertempuran Nagashino. Di dalam pertempuran ini, korban tewas di pihak pasukan
Takeda dikabarkan mencapai lebih dari 10.000 prajurit.
Nobunaga dikabarkan memakai strategi berperang yang membagi
pasukan senapan menjadi tiga lapis prajurit. Strategi ini digunakan untuk
menghindari kemungkinan prajurit tewas sewaktu mengisi peluru. Setelah prajurit
lapis pertama selesai menembak dan berjongkok untuk mengisi peluru, prajurit
lapis kedua mendapat giliran untuk menembak, dan seterusnya. Nobunaga memuji
Okudaira Nobumasa dalam Pertempuran Nagashino. Istana Nagashino dipertahankan
Nobumasa melawan pasukan Takeda yang jumlahnya lebih banyak.
Pada tahun yang sama (1575), Nobunaga menunjuk Shibata
Katsuie sebagai panglima gabungan untuk menyerang pasukan Ikko Ikki yang
terbentuk setelah hancurnya klan Asakura. Pasukan Ikko Ikki dibantai pasukan
Katsuie yang dikirim ke Echizen. Korban tewas akibat pasukan Katsuie dikabarkan
mencapai puluhan ribu orang yang tidak membedakan usia dan jenis kelamin.
Atas kejadian tersebut, pengikut Nobunaga yang bernama Murai
Sadakatsu menulis surat tentang peristiwa mengerikan di Echizen Fuchū yang
penuh mayat bergelimpangan sampai kelihatan tiada tempat kosong. Dalam
tulisannya yang masih tersisa dalam bentuk litografi, Maeda Toshiie yang pada
waktu itu merupakan bawahan Nobunaga juga menulis tentang sekitar 1.000 tawanan
yang disalib, direbus, atau dibakar hidup-hidup.
Pembangunan Istana Azuchi
Pada tahun 1576, Nobunaga memulai pembangunan Istana Azuchi
di pinggir Danau Biwa, Provinsi Ōmi. Pembangunan dikabarkan selesai tahun 1579.
Istana Azuchi konon terdiri dari 5 lantai dan 7 lapis atap, dengan atrium di
bagian dalam menara utama. Dalam surat yang dikirimkan ke negeri asalnya,
seorang misionaris Yesuit memuji Istana Azuchi sebagai istana mewah yang di
Eropa saja tidak ada.
Nobunaga pindah ke Istana Azuchi yang baru selesai dibangun,
sedangkan Istana Gifu diwariskan kepada putra pewaris, Oda Nobutada. Istana
Azuchi dijadikan pusat kekuasaan Oda Nobunaga yang sedang berusaha
mempersatukan Jepang.
Pada tahun 1576, Nobunaga menyerang kuil Ishiyama Honganji.
Pasukan Nobunaga yang terdiri dari 3.000 prajurit sempat terdesak, tapi
akhirnya pihak musuh yang terdiri dari 15.000 prajurit dikalahkan dalam
Pertempuran Tennōji.
Para pendeta kuil Ishiyama sudah dikepung oleh pasukan Nobunaga.
Pertempuran laut pecah di muara Sungai Kizu yang disebut Pertempuran Sungai
Kizu antara pasukan Nobunaga melawan kapal-kapal angkatan laut Mōri. Pada waktu
itu, angkatan laut Mōri yang berada di pihak pendeta kuil Ishiyama sedang
mengangkut perbekalan menuju kuil Ishiyama. Kapal-kapal Nobunaga ditenggelamkan
dengan serangan api oleh angkatan laut Mōri. Akibatnya, pasukan Nobunaga yang
mengepung kuil Ishiyama terpaksa ditarik mundur.
Selanjutnya, Kuki Yoshitaka diperintahkan Nobunaga untuk
membuat kapal dari plat besi baja yang tidak mudah terbakar saat terjadi
pertempuran. Kapal-kapal Nobunaga menghancurkan angkatan laut Mōri saat pecah
pertempuran laut yang kedua kali pada tahun 1578.
Peran panglima daerah
Ketika Nobunaga menyerang Ise pada tahun 1577, pasukan
Suzuki Magoichi memaksa kelompok Saikashū untuk menyerah. Pada tahun yang sama,
panglima Nobunaga yang bernama Hashiba Hideyoshi memulai serbuan ke daerah
Chūgoku. Keberhasilan Nobunaga adalah berkat jasa panglima militer yang
tersebar di berbagai daerah:
Shibata Katsuie (panglima daerah Hokuriku)
Oda Nobutada (panglima daerah Tokai) dan pasukan Takigawa
Kazumasa
Akechi Mitsuhide (panglima daerah Kinai)
Hashiba Hideyoshi (panglima daerah Chūgoku)
Niwa Nagahide (panglima daerah Shikoku), Oda Nobutaka
Sakuma Nobumori (panglima khusus masalah kuil Honganji).
Nobunaga pernah berhubungan baik dengan Uesugi Kenshin, tapi
akhirnya harus berselisih soal hak penguasaan daerah seperti Noto (sekarang
daerah semenanjung Prefektur Ishikawa). Pertempuran Sungai Tetori pecah akibat
pertentangan antara Nobunaga dan Kenshin. Pasukan Shibata Katsuie dapat
ditaklukkan dengan mudah oleh pasukan Uesugi Kenshin yang merupakan musuh
terkuat Nobunaga setelah wafatnya Takeda Shingen. Kesempatan ini dimanfaatkan
Matsunaga Hisahide untuk kembali memimpin pemberontakan di Yamato. Nobunaga
yang menyadari kekuasaannya dalam bahaya segera mengirim pasukan ke Yamato
untuk membunuh Hisahide. Pada bulan Maret 1578, Uesugi Kenshin yang sedang
dalam perjalanan menaklukkan Kyoto meninggal karena sakit.
Pada tahun 1579, pasukan Hashiba Hideyoshi berhasil
menaklukkan Ukita Naoie dan menguasai Provinsi Bizen. Hatano Hideharu dari
Tamba juga dipaksa menyerah oleh pasukan Akechi Mitsuhide. Nobunaga langsung
menghukum mati Hatano Hideharu, padahal Hideharu menyerah setelah dibujuk
dengan bersusah payah oleh Mitsuhide. Peristiwa ini nantinya menjadi sumber
masalah bagi Nobunaga. Ada cerita yang mengatakan perbuatan Nobunaga
menyebabkan terbunuhnya ibu kandung Akechi Mitsuhide yang dijadikan sandera
oleh pihak Hatano Hideharu.
Sementara itu, putra Nobunaga bernama Kitabatake Nobuo (Oda
Nobuo) yang menjadi penguasa Provinsi Ise dengan keputusan sendiri menyerang
Provinsi Iga. Alasannya, samurai pengikutnya sewaktu membangun Istana Dejiro
diganggu para prajurit lokal. Kekalahan besar diderita pasukan Nobuo setelah
prajurit lokal dari Ise melakukan serangan balasan. Kekalahan Nobuo diketahui
Nobunaga yang memarahi habis-habisan putra keduanya. Prajurit lokal dari Provinsi
Iga kemudian dinyatakan sebagai musuh Nobunaga. Peristiwa ini disebut Kerusuhan
Iga tahun Tensho bagian pertama.
Masih pada tahun yang sama (1579), pasukan Nobunaga
memadamkan pemberontakan di Kinai yang dipimpin Besso Nagaharu dan Araki
Murashige. Nobunaga juga memerintahkan istri sah dari Tokugawa Ieyasu yang
bernama Tsukiyama-dono untuk melakukan seppuku. Tsukiyama-dono adalah ibu dari
putra pewaris Ieyasu yang bernama Tokugawa Nobuyasu. Peristiwa ini menjadi
sumber perselisihan di kalangan kelompok pengikut Tokugawa yang terbagi menjadi
kelompok pro dan kelompok anti-Nobunaga. Pada akhirnya Tokugawa Ieyasu
memutuskan untuk tidak menyelamatkan nyawa istri dan putra pewarisnya.
Pada bulan April 1580, Nobunaga berhasil berdamai dengan
pihak kuil Ishiyama Honganji. Masalah kuil Ishiyama Honganji dan pendeta Kennyo
yang merupakan ganjalan bagi Nobunaga bisa diselesaikan dengan damai berkat
keputusan Kaisar Ōgimachi yang menguntungkan pihak kuil Ishiyama Honganji.
Sesuai dengan syarat perdamaian, kuil Ishiyama Honganji harus pindah dari
Osaka. Pada bulan Agustus 1580, Nobunaga secara tiba-tiba mengusir pengikutnya
seperti Sakuma Nobumori, Hayashi Hidesada, Andō Morinari, dan Niwa Ujikatsu.
Pada tahun 1581, Istana Tottori di Inaba yang dikuasai oleh
Mōri Terumoto dipaksa menyerah oleh pasukan Hashiba Hideyoshi yang kemudian
bergerak maju untuk menyerang Bizen.
Pada tahun yang sama, Oda Nobuo kembali memimpin pasukan
sebanyak 60.000 prajurit untuk membalas kekalahan dari prajurit lokal di Ise.
Pembunuhan massal terjadi di Iga, semua orang yang disangka ninja tewas
dibantai termasuk wanita dan anak-anak kecil. Korban tewas mencapai lebih dari
10.000 orang. Semua orang dikabarkan lenyap dari Provinsi Iga, barang-barang
juga lenyap dan Provinsi Iga hancur. Peristiwa ini dinamakan Kerusuhan Iga
tahun Tensho bagian kedua.
Kehancuran klan Takeda
Pada bulan Maret 1582, pasukan Oda Nobutada menyerang
wilayah Takeda dan secara berturut-turut berhasil menaklukkan Provinsi Shinano
dan Suruga. Takeda Katsuyori dikejar sampai Gunung Tenmoku di Provinsi Kai, dan
terpaksa bunuh diri yang menandai musnahnya klan Takeda.
Setelah klan Takeda dari Kai takluk, Nobunaga memerintahkan
untuk menghukum mati semua pengikut klan Takeda beserta keluarga, dan pembantu
yang dianggap akan membalas kematian tuannya. Peristiwa ini dikenal sebagai
Perburuan Takeda. Perintah Nobunaga untuk membantai seluruh klan Takeda tidak
dapat diterima Tokugawa Ieyasu dan sebagian menteri dari pihak Nobunaga.
Walaupun harus bertaruh nyawa, Ieyasu dan para menteri menyembunyikan sisa-sisa
pengikut Takeda. Seorang tokoh di zaman Edo yang bernama Takeda Yukari
merupakan keturunan dari sisa-sisa pengikut Takeda yang berhasil diselamatkan
dari pembunuhan massal.
Sementara itu, pasukan Shibata Katsuie bertempur dengan
putra pewaris Uesugi Kenshin yang bernama Uesugi Kagekatsu, tapi dipaksa mundur
setelah hampir merebut Noto dan Etchū.
Pada saat yang bersamaan, pasukan yang dipimpin putra
Nobunaga Kambe Nobutaka dan menteri Niwa Nagahide sedang dalam persiapan
berangkat ke Shikoku untuk menyerbu Chōsokabe Motochika.
Ada pendapat yang mengatakan Akechi Mitsuhide khawatir
dengan masa depan sebagai pengikut Nobunaga karena tidak diberi bagian dalam
rencana penyerbuan ke Shikoku. Mitushide merasa nasibnya sebentar lagi mirip
dengan nasib Sakuma Nobumori dan Hayashi Hidesada yang diusir oleh Nobunaga.
Pendapat lain mengatakan Akechi Mitsuhide merasa dirinya
sudah tidak berguna, karena tidak lagi diserahi tugas memimpin pasukan oleh
Nobunaga. Mitsuhide juga merasa dipermalukan oleh Nobunaga, karena rencana
pernikahan putri salah seorang pengikutnya yang bernama Saitō Toshimitsu
menjadi gagal. Pernikahan ini sebenarnya diatur oleh Mitsuhide sesuai strategi
pendekatan terhadap Chōsokabe Motochika yang diperintahkan Nobunaga.
Nobunaga mengirim Takigawa Kazumasa ke Provinsi Kōzuke untuk
meredam kekuatan daimyo berpenghasilan 2.400.000 koku bernama Hōjō Ujimasa.
Pada saat itu, Ujimasa sedang berperang melawan Uesugi Kagekatsu dan Takeda
Katsuyori. Nobunaga juga mengirim Kawajiri Hidetaka ke Provinsi Kai dan Mori
Nagayoshi ke Provinsi Shinano sebagai bagian dari strategi untuk menekan
kekuatan militer Ujimasa. Setelah dikepung panglima daerah yang berada di pihak
Nobunaga, pasukan Nobunaga tidak perlu lagi mengangkat senjata melawan Hōjō
Ujimasa yang ruang geraknya sudah dibatasi.
Insiden Honnōji
Pada tanggal 15 Mei 1582, Tokugawa Ieyasu berkunjung ke
Istana Azuchi untuk mengucapkan terima kasih kepada Nobunaga atas penambahan
Suruga ke dalam wilayah kekuasaannya. Nobunaga menugaskan Akechi Mitsuhide
sebagai tuan rumah yang mengurus segala keperluan Ieyasu selama berada di
Istana Azuchi mulai tanggal 15 Mei-17 Mei 1582.
Di tengah kunjungan Ieyasu di Istana Azuchi, Nobunaga
menerima utusan yang dikirim Hashiba Hideyoshi yang meminta tambahan pasukan
dari Nobunaga. Posisi Hideyoshi yang sedang bertempur merebut Istana Takamatsu
di Bitchū dalam keadaan sulit, karena jumlah pasukan Mōri berada di atas jumlah
pasukan Hideyoshi.
Nobunaga menanggapi permintaan bantuan Hideyoshi. Mitsuhide
dibebaskan dari tugasnya sebagai tuan rumah bagi Ieyasu dan diperintahkan
memimpin pasukan bantuan untuk Hideyoshi. Dalam jurnal militer Akechi Mitsuhide
ditulis tentang Nobunaga yang tidak merasa puas dengan pelayanan Mitsuhide
sewaktu menangani kunjungan Ieyasu. Nobunaga menyuruh anak laki-laki
peliharaannya yang bernama Mori Ranmaru untuk memukul kepala Mitsuhide.
Nobunaga berangkat ke Kyoto pada 29 Mei 1582 dengan tujuan
mempersiapkan pasukan yang dikirim untuk menyerang pasukan Mōri. Nobunaga
menginap di kuil Honnōji, Kyoto. Akechi Mitsuhide yang sedang dalam perjalanan
memimpin pasukan bala bantuan untuk Hideyoshi berbalik arah, dan secara tiba-tiba
muncul di Kyoto untuk menyerang kuil Honnōji. Pada tanggal 2 Juni 1582,
Nobunaga terpaksa melakukan bunuh diri, namun jasad Nobunaga kabarnya tidak
pernah ditemukan. Peristiwa ini dikenal sebagai Insiden Honnōji.
Kepribadian
Nobunaga menggemari barang-barang yang berasal dari Barat.
Pada tahun 1581, Nobunaga pernah menyelenggarakan parade pasukan kavaleri
dengan mengundang Kaisar Ōgimachi. Pada waktu itu, Nobunaga hadir mengenakan
mantel dari kain beludru dan topi gaya Barat.
Pada masa tuanya, Nobunaga dikabarkan selalu mengenakan baju
zirah ala Barat sewaktu tampil dalam pertempuran. Nobunaga sangat tertarik pada
pelayan berkulit hitam dari misionaris Yesuit bernama Alessandro Valignano.
Nobunaga lalu menjadikan pelayan berkulit hitam yang diberi nama Yasuke sebagai
penasihat pribadi.
Nobunaga konon bisa segera mengerti kegunaan dari
barang-barang yang dihadiahkan misionaris Yesuit seperti bola dunia, jam, dan
peta. Pada waktu itu orang Jepang masih belum mengetahui bumi itu bulat. Para
pengikut Nobunaga walaupun sudah dijelaskan berkali-kali tidak juga paham, tapi
Nobunaga kabarnya bisa langsung mengerti dan menganggapnya sebagai sesuatu yang
masuk akal.
Nobunaga dikenal mempunyai rasa ingin tahu yang besar.
Nobunaga sudah menggunakan senapan model Arquebus ketika senapan masih
merupakan barang yang tidak umum. Nobunaga terkenal dengan tindakan yang sering
dinilai kejam, tapi misionaris Portugis bernama Luis Frois menganggap Nobunaga
sebagai orang biasa-biasa saja.
Nobunaga kabarnya begitu tampan sewaktu masih remaja
sehingga sering disangka sebagai wanita. Nobunaga juga punya selera fedofilia
seperti lazimnya samurai zaman Sengoku. Nobunaga punya hubungan khusus dengan
banyak bocah laki-laki seperti Maeda Toshiie, Hori Hidemasa, dan Mori Ranmaru.
Tokoh terkemuka seperti Maeda Toshiie dan Hori Hidemasa sewaktu kecil adalah
peliharaan Nobunaga, sedangkan Mori Ranmaru adalah anak laki-laki peliharaan
Nobunaga yang terakhir. Nobunaga adalah pemimpin yang sangat berkuasa, tapi dibandingkan
dengan besarnya kekuasaan Nobunaga, jumlah istri yang dimiliki sangat sedikit
walaupun dikaruniai banyak keturunan.
Nobunaga benci dengan seni pertunjukan Noh tapi menyenangi
Igo dan seni menyanyi dan menari yang disebut Kōwakamai. Salah satu lagu
Kōwakamai yang digemari Nobunaga berjudul Atsumori, terutama lirik yang
berbunyi "Ningen gojunen, keten no uchi o kurabureba, mugen no gotoku
nari, Hitotabi sei o uke, messenu mono no aribeki ka" (「人間五十年 下天のうちをくらぶれば
夢幻の如くなり
ひとたび生を享け
滅せぬもののあるべきか」?,
"Umur manusia hanya lima puluh tahun, Di dunia fana ini, Hidup ini seperti
mimpi, Sekali dilahirkan, Adakah orang yang tidak mati). Nobunaga dikabarkan
sangat sering menyanyikan lagu ini sambil menari, mungkin karena liriknya
mengena di hati atau mungkin juga cocok dengan prinsip hidupnya. Nobunaga
sangat menggemari sumo sehingga sering sekali menggelar pertandingan sumo yang
dihadiri kaisar dan kalangan atas istana. Nobunaga menyenangi seni bela diri
dan beraneka macam olah raga, seperti berenang, berburu memakai burung
rajawali, menunggang kuda, dan seni memanah kyūdo.
Lukisan potret
Lukisan potret Nobunaga disimpan di kuil Chōkōji, Kota
Toyota, Prefektur Aichi.[1] Lukisan potret Nobunaga oleh pelukis Eropa yang
disimpan di gudang kuil Sampoji, Kota Tendo, Prefektur Fukui ikut habis
terbakar akibat serangan udara dalam Perang Dunia II, padahal dalam lukisan
potret tersebut Nobunaga digambarkan sangat mirip dengan aslinya.
Kebijakan
Tenka Fubu
Pada abad pertengahan, rakyat Jepang terdiri dari kelas
bangsawan, kelas pendeta, dan kelas samurai. Stempel Nobunaga bertuliskan
"Tenka Fubu" (penguasaan seluruh Jepang dengan kekuatan militer) yang
sering diartikan sebagai ambisi Nobunaga untuk mendirikan pemerintahan militer
oleh kelas samurai dengan menghapus kelas bangsawan dan kelas pendeta. Ambisi
Nobunaga menghancurkan kelas pendeta terlihat dari kebijakannya menghancurkan
Pemberontakan Ikko Ikki dan Perang Ishiyama yang dilancarkan terhadap kuil
Honganji dan pendeta Kennyo. Keshogunan Muromachi yang berada di bawah kendali
Nobunaga juga mengeluarkan peraturan pertanahan di Kyoto yang menempatkan
kompleks rumah tinggal kelas bangsawan di lokasi khusus agar lebih mudah
diawasi.
Kegiatan beragama
Walaupun menyatakan dirinya sebagai penganut sekte Hokke,
Nobunaga dinilai tidak punya penghormatan sama sekali terhadap agama Buddha.
Perintahnya dinilai kejam dalam penyelesaian masalah Ikko Ikki dan pembantaian
massal kuil Enryakuji. Nobunaga dikabarkan menggunakan patung batu dewa
pelindung anak dalam agama Buddha dan batu nisan sebagai tembok batu di Istana
Azuchi.
Pihak yang pembela Nobunaga menyangkal Nobunaga tidak
religius dengan menunjuk pada bukti langit-langit menara utama Istana Azuchi
yang dipenuhi hiasan gambar para tokoh dalam agama Buddha, Taoisme, dan
Konfusianisme. Pendapat lain mengatakan Nobunaga hanya menginginkan
pemerintahan militer yang sekuler. Nobunaga juga tidak pernah melarang kegiatan
beragama seperti Jōdo Shinshū dan kuil Enryakuji.
Kebijakan terhadap istana
Nobunaga tidak menempati jabatan di istana setelah
mengundurkan diri dari jabatan Udaijin, bulan April 1578. Pengunduran diri
Nobunaga sering dikatakan berkaitan dengan wafatnya Uesugi Kenshin di usia 49
tahun, bulan Maret 1578.
Ada pendapat yang mengatakan Nobunaga sudah mempunyai
kekuasaan yang cukup hingga tidak lagi memerlukan bantuan dari istana, apalagi
saingan Nobunaga sudah tidak ada lagi. Musuh-musuh besar Nobunaga seperti
Uesugi Kenshin, kekuatan militer dari kuil Honganji dan klan ternama seperti
klan Takeda, klan Mōri, dan klan Ōtomo semuanya sudah habis.
Di daerah Kanto, Nobunaga berusaha menjalin persekutuan
dengan klan Gohōjō yang menguasai wilayah bernilai 2.400.000 koku. Pemimpin
klan juga dikirimi wanita untuk dijadikan istri.
Nobunaga ikut membantu dalam soal keuangan dan turut campur
dalam pengambilan keputusan di istana. Kaisar hanya berperan sebagai boneka
Nobunaga, hingga pada puncaknya Nobunaga meminta Kaisar Ōgimachi untuk
mengundurkan diri. Kaisar Ōgimachi adalah kaisar yang sudah berpengalaman dan
tidak mudah mengikuti setiap perkataan Nobunaga. Nobunaga sebaliknya masih
menuruti perintah kaisar setiap kali kaisar tidak sependapat dengan Nobunaga
yang ingin selalu menyerang musuh kuatnya di berbagai tempat.
Pendapat lain mengatakan pameran kekuatan Nobunaga dalam
bentuk parade pasukan kavaleri pada tahun 1581 diadakan dengan tujuan mengancam
Kaisar Ōgimachi. Pendapat yang membela Nobunaga mengatakan parade pasukan tidak
dilakukan dengan tujuan mengancam kaisar.
Kaisar Ōgimachi bermaksud berkompromi dengan Nobunaga dengan
cara memberikan gelar-gelar seperti Seitaishogun, Dajō Daijin, dan Kampaku.
Pendapat lain mengatakan ada kemungkinan kalangan istana merupakan dalang
Insiden Honnōji karena khawatir dengan Nobunaga yang semakin bebas menjalankan
politik Tenka Fubu setelah wafatnya Uesugi Kenshin.
Kebijakan perdagangan[sunting | sunting sumber]
Nobunaga menjalankan politik pasar bebas (rakuichi rakuza)
dalam bentuk penghapusan sistem kartel dan pos-pos pemungutan pajak yang tidak
perlu, sehingga peredaran barang dan perekonomian berkembang dengan pesat.
Nobunaga juga melakukan survei wilayah dan memindahkan tempat kediaman
pengikutnya di kota sekeliling istana.
Penghapusan sistem kartel hanya berlaku di daerah-daerah
yang bisa dibebaskan dari kartel. Distribusi barang dikhawatirkan lumpuh jika
sistem kartel dihapus di seluruh daerah. Sistem kartel seperti di Kyoto tetap
dipertahankan mengingat anggota kartel berpengaruh di bidang politik.
Kebijakan kepegawaian
Nobunaga lebih menghargai kemampuan daripada asal usul
keluarga. Pengikut Nobunaga yang kemudian menjadi sukses seperti Takigawa
Kazumasu dan Akechi Mitsuhide adalah bekas ronin. Kinoshita Tōkichirō juga
berasal dari prajurit berjalan kaki (ashigaru). Para menteri dari klan yang
sudah mengabdi dari generasi ke generasi, seperti Sakuma Nobumori dan Hayashi
Hidesada sebaliknya justru diusir oleh Nobunaga.
Sakuma Nobumori dan Hayashi Hidesada bukannya tidak
berprestasi, tapi Nobunaga lebih menghargai hasil pekerjaan Shibata Katsuie
yang merupakan pengikut sekaligus panglima pasukan dari wilayah Hokuriku.
Nobumori dan Hidesada memang pernah diizinkan untuk terus mengikuti Nobunaga,
tapi ketika mencoba berperan aktif justru dikenakan tindakan disiplin berupa
pemecatan.
Upacara minum teh yang sedang populer pada saat itu
digunakan Nobunaga sebagai sarana berpolitik dan bisnis dengan kalangan
pengikutnya. Para pengikut Nobunaga juga sebaliknya menjadi sangat menghargai
tradisi upacara minum teh. Nobunaga menggunakan perangkat minum teh berharga
tinggi dari provinsi penghasil keramik terbaik sebagai imbalan pengganti uang
tunai. Takigawa Kazumasu yang memiliki wilayah Kanto kabarnya sangat kecewa
karena tidak diberi imbalan berupa perangkat minum teh Shukōkonasu. Imbalan
yang diterima dari Nobunaga justru penambahan wilayah kekuasaan berupa Provinsi
Kōzuke dan gelar penguasa daerah Kanto.
Kepemimpinan
Nobunaga mempunyai kemampuan untuk memimpin para pengikut
yang terdiri dari kalangan yang sudah sangat terpilih, tapi sering dikatakan
tidak berusaha untuk mengerti sifat orang-orang yang berada di sekelilingnya.
Pendapat lain mengatakan para pengikut sering tidak mendapat penjelasan dari
Nobunaga tentang maksud kebijakan politik yang sedang diambil.
Nobunaga sangat mengawasi gerak-gerik para daimyo. Nobunaga
sering mengirim berbagai macam barang berharga untuk Uesugi Kenshin dan Takeda
Shingen yang dianggap sebagai ancaman terbesar dengan maksud untuk menjalin
hubungan persahabatan.
Nobunaga Oda adalah salah satu figur paling kontroversial
dalam sejarah Jepang, pada awal usahanya untuk menyatukan Jepang, Oda hanyalah
merupakan klan kecil dari Owari, dan tidak memiliki pengaruh yang signifikan
dalam peta politik saat itu. Puluhan Daimyo besar dan kecil berkuasa secara
feodalistik di Jepang; Hojo (Kanto), Uesugi (Kaga-Noto),Takeda (Shinano),
Imagawa (Suruga), Asakura-Azai (Echizen), Saito (Mino), Rokuhara (Kansai), Mori
(Chigoku), Ukita (Bizen), dll. Hanya seorang pemimpin dengan bakat alamiah yang
mampu memiliki tekad dan mampu mewujudkannya seperti yang dicapai oleh
Nobunaga.
Apa pun kontroversi mengenai banyak tindakannya yang
dianggap kejam, namun jika kita boleh berkaca pada prinsip "Perdamaian
hanya dapat diciptakan setelah melalui peperangan". Nobunaga juga bisa
dianggap sebagai peletak dasar kekuatan Toyotomi dan Tokugawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar